Sabtu, 05 September 2015

Berita Bola Barista di Tribun Timur

Berita Bola Barista di Tribun Timur

sumber berita Barista di Tribun Timur : http://detik.feedsportal.com/c/33613/f/656101/s/49972a87/sc/3/l/0Lsport0Bdetik0N0Csepakbola0Cread0C20A150C0A90C0A50C13260A20C30A10A8920C14970Cbarista0Edi0Etribun0Etimur/story01.htm
Dari tribun timur Si Jalak Harupat, saya menikmati kelancangan yang samar-samar dari seorang penjual kopi keliling.

Gol yang dicetak Ilija Spasojevic membikin Jalak Harupat bersorak. Orang-orang yang tadinya duduk mendadak bangkit dan mengangkat kedua tangan. Mereka yang menyanyikan puja-puji turut memperkeras suaranya. Jalak Harupat meriah, semua mata tertuju ke arah lapangan, kecuali mata si penjual kopi.

Apa yang terjadi di atas lapangan tak pernah menjadi urusan si penjual kopi keliling, karena yang menjadi urusannya adalah kami yang duduk di tribun penonton. Urusannya dengan kami, para penonton, juga bukan urusan sepele. Ini urusan perut yang hanya beberapa jengkal, tapi juga berarti hidup dan mati. Siapapun yang menang, kesebelasan manapun yang kalah, tak akan jadi soal selama kopi-kopi dalam kemasan itu terseduh dan menjadi uang beberapa ribu rupiah.

Soreang sedang dingin-dinginnya dan pertandingan hari itu berlangsung satu jam menjelang malam hari. Kebanyakan para penonton tak memakai jaket ataupun baju berlapis, termasuk saya. Kalau saya adalah si penjual kopi, saya bakal girang. Ini kesempatan merebut rezeki. Dagangan bakal laku keras. Setangguh-tangguhnya manusia, ia bakal kalah, atau setidaknya tak nyaman, jika berlama-lama dalam dingin. Harus ada yang membikin hangat, agar badan tak segera tumbang.

Pertandingan baru berjalan 10 atau 15 menit, si bapak berkali-kali dipanggil penonton. Sependengaran saya, tak ada yang memanggilnya dengan sebutan "Pak". Mereka yang suaranya masih terjangkau telinga saya memanggilnya "Mang". Aih, agaknya saya tahu mengapa dia kerap sumringah

Katanya, menurut aksara Sunda, panggilan "Mang" ditujukan buat pria yang lebih tua. Tapi panggilan itu menandakan keakraban. Dan yang namanya keakraban, tentu membikin nyaman. Semacam membenarkan anggapan kalau di stadion, selama membela klub yang sama, semua bisa menjadi teman.

Persib mencetak gol kedua sebelum babak pertama berakhir. Saya mengalihkan pandangan ke arah bapak penjual kopi. Kakinya cekatan naik-turun undakan stadion. Ia sabar saat menunggu pembeli yang berjalan ke kanan dan kiri tribun tempat ia mondar-mandir. Sesekali topinya dilepas untuk digunakan sebagai kipas seadanya. Astaga, saya di sini kedinginan, dia malah kepanasan.

Seisi stadion menyoraki Spasojevic karena dua golnya, bahkan sebelum babak pertama berakhir. Stadion penuh dengan orang-orang yang kegirangan. Koreografi dari tribun selatan tampak cantik, tabuhan drum dari tribun timur membangun irama rancak. Menyenangkan, sisa-sisa hari itu berjalan dengan asyik.



Tapi si bapak tetap tak peduli walaupun ada bule yang menambah keunggulan Persib. Bahkan, beberapa saat setelah gol kedua itu, si bapak terlihat sibuk menghitung uang hasil dagangannya. Jemarinya bergerak cekatan, seolah tak mau kalah dengan kelincahan para pegawai bank.
Nuhun for visit Barista di Tribun Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar